Ad Space

Responsive Advertisement

Kesadaran Berzakat dan Etos Kerja

Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat.'' (Al-Mukminun: 1-4).

Salah satu hikmah perintah berzakat, berinfak, dan bersedekah adalah untuk menumbuhkan kesadaran memiliki etos kerja yang tinggi, sehingga mendapatkan penghasilan yang halal yang minimal mencapai nishab. Juga, menjadikan Mukmin dan Muslim yang produktif, serta menjauhkan diri dari ucapan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya.

Bagi kaum Muslimin, bekerja mencari rezeki yang halal dan baik merupakan bagian dari ibadah, serta bagian dari tugas hidupnya yang mulia. Semakin tinggi semangat bekerja, maka akan semakin mulia pula hidup dan kehidupannya. Dan, hal ini akan menyebabkan seorang Muslim memiliki izzah (harga diri) untuk selalu menempatkan tangan di atas (sebagai pemberi) dan bukan tangan di bawah (sebagai penerima).

Atas dasar itu bisa dipahami pula bahwa tidak ada satu ayat Alquran pun atau hadis yang menyuruh seseorang menjadi mustahik (penerima zakat). Tapi, justru sebaliknya, yang banyak menyuruh kepada orang-orang yang beriman untuk menjadi muzakki (pemberi zakat), munfik (pemberi infak), dan mushaddiq

Ini sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 43, ''Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah berserta orang-orang yang rukuk.'' Juga surat Al-Munafiqun ayat 10, ''Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?''

Adapun firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60 hanyalah menjelaskan kelompok orang yang berhak menerima zakat yang jumlahnya ada delapan golongan yang harus ditingkatkan kesejahteraan hidupnya, dan bukannya perintah untuk menjadi mustahik (penerima).

Karena itu, dorongan dan perintah untuk selalu berzakat dan berinfak/bersedekah, haruslah dipahami pula sebagai sebuah upaya untuk menumbuhkan kecintaan bekerja dan beramal mencari rezeki yang halal, serta menjauhkan diri dari sifat malas dan mengandalkan pemenuhan kebutuhan hidup berdasarkan pada belas kasihan orang lain. Dan, itulah hakikat kebahagiaan, sebagaimana digambarkan dalam surat Al-Mukminun ayat 1-4 tersebut di atas. Wallahu a'lam bis-shawab. (pemberi sedekah).
0 Komentar untuk "Kesadaran Berzakat dan Etos Kerja"

tulis komentar anda di sini..

Back To Top